Kamis, 16 Januari 2014

Broken Home

Istilah “broken home” biasanya digunakan untuk menggambarkan keluarga yang berantakan akibat ortu kita tak lagi peduli dengan situasi dan keadaan keluarga di rumah. Ortu nggak lagi perhatian terhadap anak - anaknya, baik masalah di rumah sekolah, sampai pada perkembangan pergaulan kita di masyarakat. Namun, broken home bisa juga diartikan dengan kondisi keluarga yang tidak harmonis dan tidak berjalan layaknya keluarga yang rukun, damai, dan sejahtera karena sering terjadi keributan serta perselisihan yang menyebabkan pertengkaran dan berakhir pada perceraian. Kondisi ini menimbulkan dampak yang sangat besar terutama bagi anak - anak.

Broken Home adalah kurangnya perhatian dari keluarga atau kurangnya kasih sayang dari orang tua sehingga membuat mental seorang anak menjadi frustasi, brutal dan susah diatur. Broken home sangat berpengaruh besar pada mental seorang pelajar hal inilah yang mengakibatkan seorang pelajar tidak mempunyai minat untuk berprestasi. Broken home juga bisa merusak jiwa anak sehingga dalam sekolah mereka bersikap seenaknya saja, tidak disiplin di dalam kelas mereka selalu berbuat keonaran dan kerusuhan hal ini dilakukan karena mereka Cuma ingin cari simpati pada teman - teman mereka bahkan pada guru-guru mereka. Untuk menyikapi hal semacam ini kita perlu memberikan perhatian dan pengerahan yang lebih agar mereka sadar dan mau berprestasi. Pada umumnya penyebab utama broken home ini adalah kesibukkan kedua orang tua dalam mencari nafkah keluarga seperti hal ayah laki – laki bekerja dan ibu menjadi wanita karier. Hal inilah yang menjadi dasar seorang tidak memiliki keseimbangan dalam menjalankan aktifitas sehari hari dan malah sebaliknya akan merugikan anak itu sendiri, dikala pulang sekolah dirumah tidak ada orang yang bisa diajak berbagi dan berdiskusi, membuat anak mencari pelampiasan diluar rumah seperti bergaul dengan teman – teman nya yang secara tidak langsung memberikan efek / pengaruh bagi perkembangan mental anak.

Bisa saja anak jadi murung, sedih yang berkepanjangan, dan malu. Selain itu, anak juga kehilangan pegangan serta panutan dalam masa transisi menuju kedewasaan.Karena orangtua merupakan contoh (role model), panutan, dan teladan bagi perkembangan kita di masa remaja, terutama pada perkembangan psikis dan emosi, kita perlu pengarahan, kontrol, serta perhatian yang cukup dari mereka.
Orangtua merupakan salah satu faktor sangat penting dalam pembentukan karakter kita selain faktor lingkungan, sosial, dan pergaulan.
Nah, buat kita - kita yang mengalami broken home, gimana sih cara mengatasinya supaya kita tetap merasa “baik-baik” saja dan tidak menjadi malu serta tidak percaya diri atau lari dari masalah dengan cara-cara yang salah?
Sebenarnya ada banyak cara yang bisa kita lakukan apabila kita terjebak dalam situasi yang tidak mengenakkan ini. Awalnya sih sulit dan tidak gampang karena kita mesti menghadapi situasi yang belum pernah kita hadapi sebelumnya. Namun, bukankah setiap permasalahan itu ada jalan keluarnya?

Broken home bukanlah akhir dari segalanya bagi kehidupan kita. Jalan kita masih panjang untuk menjalani hidup kita sendiri. Pergunakanlah situasi ini sebagai sarana dan media pembelajaran guna menuju kedewasaan. Ingat, kita tidak sendiri dan bukanlah orang yang gagal. Kita masih bisa berbuat banyak serta melakukan hal positif. Menjadi manusia yang lebih baik belum tentu kita dapatkan apabila ini semua tidak terjadi. Mungkin saja ini merupakan sebuah jalan baru menuju pematangan sikap dan pola berpikir kita.

Paradigma sebagian orang menganggap bahwa anak broken home itu sebagai anak yang brutal, tidak tahu aturan dan cenderung negatif. Perkembangan anak broken home tidak akan lebih baik bahkan setara dengan anak-anak lain. Saat awal perceraiaan Si anak tersebut akan mengalami stres sebagai saksi konflik perkelahian ke dua orang tua mereka. Dengan didukung dengan lingkungan yang tidak stabil, Si anak tersebut akan cenderung menyendiri, Nah mulai dari sini sisi sosialnya terabaiakan. Bahkan ketika berinteraksi dengan ke dua orang tua mereka akan dirasuki emosi dan penuh dendam. Apalagi tatkala Si anak tersebut harus memilih ikut bapak atau ikut ibu. Bapak bilang ibu bla…bla..bla…Ibu bilang bla…blla…bla…tentang bapak, intinya mereka menyalahkan satu sama lain atas dasar mengapa mereka bercerai. Kemudian Si anak tersebut hilang kepercayaan kepada orang tuanya. Mulailah Si anak tersebut memberontak……pergi dari rumah, mencuri, berjudi, dll. Ketika remaja si Anak tersebut sadar bahwa semua ini adalah garis hidup dari tuhan Y.M.E. Yah.sesekali ngiri sama teman ketika berangkat sekolah ibu dan bapak nya ada, ngiri saat puasa dan lebaran tidak pernah berinteraksi bersama bahkan ngiri karena tidak ada yang mengambilkan raport Si anak tersebut. Si anak tersebut akhirnya benar- benar sadar, bahwa yang mengendarai mobil adalah driver bukan roda bukan pula rem. Sepenggal pemikiran tersebut akhirnya memotivasi, Si anak tersebut bangkit dan meyakinkan diri untuk lebih bisa mandiri dan memaknai hidup.

0 komentar:

Posting Komentar